Sabtu, 01 September 2012

Ekspresi Lolongan Jasad Renik Sunday, 03 July 2011 SURABAYA (tour surabaya)

Paduan musik tradisional dan etnik terus mengalun dari pendopo Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), tadi malam. Alunan dari sejumlah alat musik seperti gamelan,kentongan, siter, rebana, jidor dan kluncing ini juga mengiringi gerak rancak puluhan penari.
Total 21 penari tersebut bukanlah pamer gemulai gerakan. Melainkan memamerkan komposisi musik etnik terbaru dari Subiantoro, seniman asal Sidoarjo. Dalam Pagelaran Periodik Seni Musik,Toro-begitu Subiantoro disapa,memamerkan lima komposisi yang berpadu menjadi satu kesatuan. Selama satu setengah jam, komposisi musik yang diberi nama Lolongan Jasad Renik ini pertama kali mengalun di hadapan publik. “Ada paduan lima komposisi musik di dalamnya.

Di antaranya komposisi rerasana, kyai mukmin, matahari, maphagha’ ballabar dan beban,”kata Toro yang kesehariannya sebagai penata musik. Kelima komposisi musik tersebut tidak ia ciptakan dalam waktu sekejap. Butuh bertahun- tahun untuk masingmasing komposisi. “Namun, untuk menjadikan satu komposisi musik Lolongan Jasad Renik ini hanyalah satu bulan,” terang istri Sri Mulyani.

Komposisi musik Lolongan Jasad Renik ini tidak hanya terdengar rancak saja,melainkan juga tegas dan lembut.Itu karena dari bunyi gong gamelannya. Toro mengungkapkan, Lolongan Jasad Renik ini diciptakan lantaran kegelisahannya terhadap rusaknya alam semesta akibat ulah manusia. “Ini adalah penggambaran akan kehidupan di bumi yang lamban laun bukanlah semakin lestari malah sebaliknya,” bebernya.

Kepala UPT TBJT, Sukatno mengatakan, pagelaran periodik seni musik ini dihelat empat kali dalam setahun. “Perhelatan komposisi Cak Subiantoro ini adalah ketiga kalinya, ”katanya.Selain memberi tontonan seni budaya kepada masyarakat,ajang seperti ini, sambung Sukatno, sekaligus mengapresiasi seniman Jawa Timur yang masih eksis untuk berkreasi.

Selain komposisi Lolongan Jasad Renik,tim kesenian dari Kalimantan Timur juga memamerkan seni tari dan musiknya. Di antaranya tiga tarian, dua lagu dan satu komposisi musik Dayak berjudul ‘Ke Hulu Mahakam’. Tiga tarian,yaitu Tari Jepen Tepian Mahakam,Tari Parang Maya,Tari Ngajiak Alas itu ungkap Ketua Rombongan, Mardiana Marzuki, memiliki makna masing-masing.

“Tari Jepen Tepian Mahakam menceritakan masyarakat Samarinda yang tinggal di sepanjang sungai Mahakam,” ujar Mardiana. Sedangkan tari Parang Maya merupakan tari dari suku dayak Kenyah dan suku dayak Tunjung Kalimantan Timur. Bercerita tentang kesetian seorang gadis terhadap seorang pemuda yang jatuh sakit karena ilmu hitam parang maya.

Dan tari Ngajiak Alas menceritakan kebiasaan masyarakat yang melakukan ladang berpindah. Dalam tarian itu, menampilkan delapan penari yang terdiri atas empat penari perempuan dan empat penari laki-laki. Sila Karmila, salah satu pengunjung mengaku terpukau dengan tontonan budaya dan seni, tadi malam. “Ternyata masih ada tontonan seni budaya di kota besar ini,”katanya. emi harris














Tidak ada komentar:

Posting Komentar