Ekspresi Lolongan Jasad Renik Sunday, 03 July 2011 SURABAYA (tour surabaya)
Paduan musik tradisional dan etnik terus mengalun dari pendopo
Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), tadi malam. Alunan dari sejumlah alat
musik seperti gamelan,kentongan, siter, rebana, jidor dan kluncing ini
juga mengiringi gerak rancak puluhan penari.
Total 21 penari
tersebut bukanlah pamer gemulai gerakan. Melainkan memamerkan komposisi
musik etnik terbaru dari Subiantoro, seniman asal Sidoarjo. Dalam
Pagelaran Periodik Seni Musik,Toro-begitu Subiantoro disapa,memamerkan
lima komposisi yang berpadu menjadi satu kesatuan. Selama satu setengah
jam, komposisi musik yang diberi nama Lolongan Jasad Renik ini pertama
kali mengalun di hadapan publik. “Ada paduan lima komposisi musik di
dalamnya.
Di antaranya komposisi rerasana, kyai mukmin,
matahari, maphagha’ ballabar dan beban,”kata Toro yang kesehariannya
sebagai penata musik. Kelima komposisi musik tersebut tidak ia ciptakan
dalam waktu sekejap. Butuh bertahun- tahun untuk masingmasing
komposisi. “Namun, untuk menjadikan satu komposisi musik Lolongan Jasad
Renik ini hanyalah satu bulan,” terang istri Sri Mulyani.
Komposisi
musik Lolongan Jasad Renik ini tidak hanya terdengar rancak
saja,melainkan juga tegas dan lembut.Itu karena dari bunyi gong
gamelannya. Toro mengungkapkan, Lolongan Jasad Renik ini diciptakan
lantaran kegelisahannya terhadap rusaknya alam semesta akibat ulah
manusia. “Ini adalah penggambaran akan kehidupan di bumi yang lamban
laun bukanlah semakin lestari malah sebaliknya,” bebernya.
Kepala
UPT TBJT, Sukatno mengatakan, pagelaran periodik seni musik ini
dihelat empat kali dalam setahun. “Perhelatan komposisi Cak Subiantoro
ini adalah ketiga kalinya, ”katanya.Selain memberi tontonan seni budaya
kepada masyarakat,ajang seperti ini, sambung Sukatno, sekaligus
mengapresiasi seniman Jawa Timur yang masih eksis untuk berkreasi.
Selain
komposisi Lolongan Jasad Renik,tim kesenian dari Kalimantan Timur juga
memamerkan seni tari dan musiknya. Di antaranya tiga tarian, dua lagu
dan satu komposisi musik Dayak berjudul ‘Ke Hulu Mahakam’. Tiga
tarian,yaitu Tari Jepen Tepian Mahakam,Tari Parang Maya,Tari Ngajiak
Alas itu ungkap Ketua Rombongan, Mardiana Marzuki, memiliki makna
masing-masing.
“Tari Jepen Tepian Mahakam menceritakan
masyarakat Samarinda yang tinggal di sepanjang sungai Mahakam,” ujar
Mardiana. Sedangkan tari Parang Maya merupakan tari dari suku dayak
Kenyah dan suku dayak Tunjung Kalimantan Timur. Bercerita tentang
kesetian seorang gadis terhadap seorang pemuda yang jatuh sakit karena
ilmu hitam parang maya.
Dan tari Ngajiak Alas
menceritakan kebiasaan masyarakat yang melakukan ladang berpindah.
Dalam tarian itu, menampilkan delapan penari yang terdiri atas empat
penari perempuan dan empat penari laki-laki. Sila Karmila, salah satu
pengunjung mengaku terpukau dengan tontonan budaya dan seni, tadi
malam. “Ternyata masih ada tontonan seni budaya di kota besar
ini,”katanya. emi harris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar